Momentum tahun baru merupakan perayaan berakhirnya masa 1 tahun dan menandai akan dimulainya hitungan selanjutnya. tahun baru di Indonesia jatuh pada tanggal 1 Januari karena Indonesia mengadopsi kalender Gregorian, sama halnya dengan mayoritas negara-negara di dunia.
Kilas
Sejarah Kalender Gregorian Menilik sejarahnya, tahun baru yang dimulai semenjak
tanggal 1 Januari ini diresmikan oleh salah seorang kaisar Romawi bernama
Julius Cesar pada tahun 46 SM. Kemudian kembali diresmikan oleh pemimpin
katolik tertinggi yaitu Paus Gregorius XII pada tahun 1582. Sedangkan proses
penetapannya dilakukan oleh bangsa Eropa Barat yang menggunakan kalender
Greogorian pada tahun 1752. Perayaan Tahun Baru Jadi Soal Perayaan tahun baru
biasanya diisi dengan sukacita berkumpul bersama keluarga, kolega ataupun orang
tercinta di alun-alun kota maupun tempat-tempat lainnya guna menyaksikan ragam
pertunjukan, seperti pesta kembang api, konser musik, hingga pentas seni
budaya. Meski begitu, dalam menyongsong tahun baru ini masih banyak kalangan
muslim yang mempertanyakan perihal hukum merayakan momentum tahun baru serta
mengucapkan selamat tahun baru atau “Happy New Year” menurut kajian Islam.
Apakah diperbolehkan atau justru sebaliknya?
Hukum
Merayakan Tahun Baru Setelah menelaah berbagai literatur, dijumpai keterangan
perihal kebolehan merayakan momentum tahun baru selama tidak diisi dengan
kemaksiatan seperti tindakan huru-hara, balap liar, tawuran, pacaran dan lain
sebagainya. Hal tersebut selaras dengan pernyataan Guru Besar Al-Azhar
Asy-Syarif serta Mufti Agung Mesir Syekh Athiyyah Shaqr (wafat 2006 M). Dalam
kompilasi fatwa ulama Al-Azhar beliau menyatakan:
وَقَيْصَرُ رُوْسِيَا
"الإِسْكَنْدَرُ الثَّالِثُ"
كَلَّفَ الصَّائِغَ
"كَارِلْ فَابْرَج"
بِصَنَاعَةِ بَيْضَةٍ لِزَوْجَتِهِ 1884 م، اسْتَمَرَّ فِي صُنْعِهَا سِتَّةَ أَشْهُرٍ كَانَتْ مَحِلَّاةً بِالْعَقِيْقِ وَالْيَاقُوْتِ، وَبَيَاضُهَا مِنَ الْفِضَّةِ وَصِفَارُهَا مِنَ الذَّهَبِ، وَفِى كُلِّ عَامٍ يَهْدِيْهَا مِثْلَهَا حَتَّى أَبْطَلَتْهَا الثَّوْرَةُ الشُّيُوْعِيَّةُ 1917 م. وَبَعْدُ، فَهَذَا هُوَ عِيْدُ شَمِّ النَّسِيْمِ الَّذِي كَانَ قَوْمِيًّا ثُمَّ صَارَ دِيْنِيًّا فَمَا حُكْمُ احْتِفَالِ الْمُسْلِمِيْنَ بِهِ؟ لَا شَكَّ أَنَّ التَّمَتُّعَ بِمُبَاهِجِ الْحَيَاةِ مِنْ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَتَنَزُّهٍ أَمْرٌ مُبَاحٌ مَا دَامَ فِى الْإِطَارِ الْمَشْرُوْعِ الَّذِي لَا تُرْتَكَبُ فِيْهِ مَعْصِيَّةٌ وَلَا تُنْتَهَكُ حُرْمَةٌ وَلَا يَنْبَعِثُ مِنْ عَقِيْدَةٍ فَاسِدَةٍ
Artinya: “Kaisar Rusia, Alexander III pernah mengutus seorang tukang emas ‘Karl
Fabraj’ guna membuat topi baja untuk istrinya pada tahun 1884 M. Proses
pembuatannya berlangsung selama 6 bulan. Topi itu ditempeli batu akik dan
permata. Warna putihnya dari perak dan warna kuningnya dari emas. Di setiap
tahunnya ia menghadiahkan topi serupa kepada istrinya hingga kemudian istrinya
ditumbangkan oleh pemberontakan kelompok komunisme pada tahun 1917 M. Mulanya
acara ini merupakan suatu perayaan ‘Sham Ennesim’ (Festival nasional Mesir yang
menandai dimulainya musim semi) yang merupakan tradisi lokal Mesir lantas
berubah menjadi tradisi keagamaan. Lalu bagaimanakah hukum memperingati dan
merayakannya bagi seorang muslim?
Tak diragukan lagi bahwa bersenang-senang dengan
keindahan hidup yakni makan, minum dan membersihkan diri merupakan sesuatu yang
diperbolehkan selama masih selaras dengan syariat, tidak mengandung unsur
kemaksiatan, tidak merusak kehormatan, dan bukan berangkat dari akidah yang
rusak.” [Wizarah Al-Auqof Al-Mishriyyah, Fatawa Al-Azhar, juz X, halaman 311).
Senada dengan fatwa yang dirilis oleh Mufti Agung Mesir, ulama pakar hadis
terkemuka asal Haramain, Syekh Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki (wafat 2004
M) dalam kitabnya menegaskan:
جَرَتْ عَادَاتُنَا أَنْ نَجْتَمِعَ لإِحْيَاءِ جُمْلَةٍ مِنَ الْمُنَاسَبَاتِ التَّارِيْخِيَّةِ كَالْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ وَذِكْرَى الْإِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ وَلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَالْهِجْرَةِ النَّبَوِيَّةِ وَذِكْرَى نُزُوْلِ الْقُرْآنِ وَذِكْرَى غَزْوَةِ بَدْرٍ وَفِى اعْتِبَارِنَا أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ عَادِيٌّ لَا صِلَةَ لَهُ بِالدِّيْنِ فَلَا يُوْصَفُ بِأَنَّهُ مَشْرُوْعٌ أَوْ سُنَّةٌ كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ مُعَارِضًا لِأَصْلٍ مِنْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ لأَنَّ الْخَطَرَ هُوَ فِى اعْتِقَادِ مَشْرُوْعِيَّةِ شَيْءٍ لَيْسَ بِمَشْرُوْعٍ
Artinya: “Sudah menjadi tradisi bagi kita berkumpul untuk menghidupkan berbagai
momentum bersejarah, seperti halnya maulid nabi, peringatan isra mi’raj, malam
nishfu sya’ban, tahun baru hijriyah, nuzulul qur’an dan peringatan perang
Badar. Menurut pandanganku, peringatan-peringatan seperti ini merupakan bagian
daripada tradisi, yang tidak terdapat korelasinya dengan agama, sehingga tidak
bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang disyariatkan ataupun disunahkan.
Kendati demikian, juga tidak berseberangan dengan dasar-dasar agama, sebab yang
justru mengkhawatirkan ialah timbulnya keyakinan terhadap disyariatkannya
sesuatu yang tidak disyariatkan.” [Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Mafahim
Yajibu an Tushahihah, [Surabaya: As-Shafwah Al-Malikiyyah], halaman 337-338.
Melihat dua referensi di atas dapat disimpulkan, peringatan momentum tahun baru
dalam pandangan Islam masuk dalam kategori adat istiadat ataupun tradisi yang
tidak memiliki korelasi dengan agama. Sehingga, hukumnya bagi seorang muslim
boleh-boleh saja merayakan pergantian tahun baru tersebut selama tidak diiringi
dengan kemaksiatan.
Hukum Mengucapkan “Happy New Year” Menjelang pergantian
tahun, topik pembicaraan yang kerap mengemuka bukan hanya terkait perayaannya
saja, melainkan juga seputar ucapan selamat tahun baru atau populer dengan
ungkapan “Happy New Year” bolehkah kita sebagai muslim turut mengucapkan
selamat tahun baru kepada segenap keluarga, kerabat, ataupun kolega?
Berkenaan
dengan hukum mengucapkan selamat tahun baru, salah satu pemuka mazhab Syafi’i
Syekh Ibn Hajar Al-Haitami (wafat 974 H) dalam kitabnya mengungkapkan :
قَالَ الْقَمُولِيُّ لَمْ أَرَ لِأَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِنَا كَلَامًا فِي التَّهْنِئَةِ بِالْعِيدِ وَالْأَعْوَامِ وَالْأَشْهُرِ كَمَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ لَكِنْ نَقَلَ الْحَافِظُ الْمُنْذِرِيُّ عَنْ الْحَافِظِ الْمَقْدِسِيَّ أَنَّهُ أَجَابَ عَنْ ذَلِكَ بِأَنَّ النَّاسَ لَمْ يَزَالُوا مُخْتَلِفِينَ فِيهِ وَاَلَّذِي أَرَاهُ مُبَاحٌ لَا سُنَّةَ فِيهِ وَلَا بِدْعَةَ
Artinya, “Imam Al-Qamuli berkata: “Aku tidak
menemukan satu pun pendapat dari Ashab Asy-Syafi’i perihal ucapan selamat hari
raya Idul Fitri dan Idul Adha, ucapan selamat pergantian tahun, dan pergantian
bulan sebagaimana yang kerap dilakukan oleh kebanyakan orang. Namun Al-Hafidz
Al-Mundziri pernah mengutip bahwa Syekh Al-Hafidz Abu Hasan Al-Maqdisi suatu
ketika pernah ditanya tentang hal ini, lantas beliau menjawab, selalu terjadi
perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal tersebut. Sehingga menurut
pendapatku, ucapan selamat tersebut hukumnya adalah mubah (diperbolehkan),
bukan sunah dan bukan pula bid’ah.” (Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Hajar
Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, [Beirut: Dar Al-Fikr], juz III,
halaman 56).
Kesimpulan Merayakan momentum tahun baru dengan berbagai
bentuknya, serta mengucapkan selamat tahun baru atau “Happy New Year” menurut
perspektif kajian Islam merupakan hal yang mubah (diperkenankan), selama tidak
dilakukan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan syariat, seperti tindak
kemaksiatan.
Meski begitu, alangkah baiknya bagi kita untuk memaknai pergantian
tahun baru ini sebagai momentum untuk mengevaluasi diri agar lebih
memaksimalkan ibadah ke depannya dengan ungkapan syukur. Selain itu, yang tak
kalah penting dalam momentum pergantian tahun ialah memohon kepada Allah Swt.
agar senantiasa memberikan kita kekuatan untuk menjalankan kebaikan dan
ketaatan serta dijauhkan dari segala marabahaya. Wallahu’alam bisshawab.
Sumber : https://nu.or.id/syariah/rayakan-tahun-baru-hati-hati-ternyata-begini-hukumnya-dalam-kajian-islam-GEV6g
Momentum tahun baru
merupakan perayaan berakhirnya masa satu tahun dan menandai akan
dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Tahun baru di Indonesia jatuh
pada tanggal 1 Januari karena Indonesia mengadopsi kalender Gregorian,
sama halnya dengan mayoritas negara-negara di dunia.
Kilas Sejarah Kalender Gregorian
Menilik sejarahnya, tahun baru yang dimulai semenjak tanggal 1 Januari
ini diresmikan oleh salah seorang kaisar Romawi bernama Julius Cesar
pada tahun 46 SM. Kemudian kembali diresmikan oleh pemimpin katolik
tertinggi yaitu Paus Gregorius XII pada tahun 1582. Sedangkan proses
penetapannya dilakukan oleh bangsa Eropa Barat yang menggunakan kalender
Greogorian pada tahun 1752.
Perayaan Tahun Baru Jadi Soal
Perayaan tahun baru biasanya diisi dengan sukacita berkumpul bersama
keluarga, kolega ataupun orang tercinta di alun-alun kota maupun
tempat-tempat lainnya guna menyaksikan ragam pertunjukan, seperti pesta
kembang api, konser musik, hingga pentas seni budaya.
Meski begitu, dalam menyongsong tahun baru ini masih banyak kalangan
muslim yang mempertanyakan perihal hukum merayakan momentum tahun baru
serta mengucapkan selamat tahun baru atau “Happy New Year” menurut
kajian Islam. Apakah diperbolehkan atau justru sebaliknya?
Sumber:
https://nu.or.id/syariah/rayakan-tahun-baru-hati-hati-ternyata-begini-hukumnya-dalam-kajian-islam-GEV6g___
Download NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS)
Momentum tahun baru
merupakan perayaan berakhirnya masa satu tahun dan menandai akan
dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Tahun baru di Indonesia jatuh
pada tanggal 1 Januari karena Indonesia mengadopsi kalender Gregorian,
sama halnya dengan mayoritas negara-negara di dunia.
Kilas Sejarah Kalender Gregorian
Menilik sejarahnya, tahun baru yang dimulai semenjak tanggal 1 Januari
ini diresmikan oleh salah seorang kaisar Romawi bernama Julius Cesar
pada tahun 46 SM. Kemudian kembali diresmikan oleh pemimpin katolik
tertinggi yaitu Paus Gregorius XII pada tahun 1582. Sedangkan proses
penetapannya dilakukan oleh bangsa Eropa Barat yang menggunakan kalender
Greogorian pada tahun 1752.
Perayaan Tahun Baru Jadi Soal
Perayaan tahun baru biasanya diisi dengan sukacita berkumpul bersama
keluarga, kolega ataupun orang tercinta di alun-alun kota maupun
tempat-tempat lainnya guna menyaksikan ragam pertunjukan, seperti pesta
kembang api, konser musik, hingga pentas seni budaya.
Meski begitu, dalam menyongsong tahun baru ini masih banyak kalangan
muslim yang mempertanyakan perihal hukum merayakan momentum tahun baru
serta mengucapkan selamat tahun baru atau “Happy New Year” menurut
kajian Islam. Apakah diperbolehkan atau justru sebaliknya?
Sumber:
https://nu.or.id/syariah/rayakan-tahun-baru-hati-hati-ternyata-begini-hukumnya-dalam-kajian-islam-GEV6g___
Download NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS)
Momentum tahun baru
merupakan perayaan berakhirnya masa satu tahun dan menandai akan
dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Tahun baru di Indonesia jatuh
pada tanggal 1 Januari karena Indonesia mengadopsi kalender Gregorian,
sama halnya dengan mayoritas negara-negara di dunia.
Kilas Sejarah Kalender Gregorian
Menilik sejarahnya, tahun baru yang dimulai semenjak tanggal 1 Januari
ini diresmikan oleh salah seorang kaisar Romawi bernama Julius Cesar
pada tahun 46 SM. Kemudian kembali diresmikan oleh pemimpin katolik
tertinggi yaitu Paus Gregorius XII pada tahun 1582. Sedangkan proses
penetapannya dilakukan oleh bangsa Eropa Barat yang menggunakan kalender
Greogorian pada tahun 1752.
Perayaan Tahun Baru Jadi Soal
Perayaan tahun baru biasanya diisi dengan sukacita berkumpul bersama
keluarga, kolega ataupun orang tercinta di alun-alun kota maupun
tempat-tempat lainnya guna menyaksikan ragam pertunjukan, seperti pesta
kembang api, konser musik, hingga pentas seni budaya.
Meski begitu, dalam menyongsong tahun baru ini masih banyak kalangan
muslim yang mempertanyakan perihal hukum merayakan momentum tahun baru
serta mengucapkan selamat tahun baru atau “Happy New Year” menurut
kajian Islam. Apakah diperbolehkan atau justru sebaliknya?
Sumber:
https://nu.or.id/syariah/rayakan-tahun-baru-hati-hati-ternyata-begini-hukumnya-dalam-kajian-islam-GEV6g___
Download NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS)