Israel Tutup Kedubesnya di Irlandia karena Dukung Kasus Genosida Gaza

  



TEL AVIV - Kementerian Luar Negeri Israel mengumumkan bahwa mereka akan menutup Kedutaan Besar (Kedubes)-nya di Irlandia. Rezim Zionis beralasan kebijakan anti-Israel yang ekstrem dari pemerintah Dublin semakin memperburuk hubungan kedua negara. Hubungan diplomatik antara Irlandia dan Israel telah memburuk setelah serangkaian langkah yang menyebabkan Irlandia mengakui Negara Palestina dan mendukung kasus Mahkamah Internasional (ICJ) yang menuduh Israel melakukan genosida di Jalur Gaza.

Irlandia juga merupakan salah satu pengkritik paling vokal atas perang brutal Israel di Gaza, yang telah menewaskan sedikitnya 44.976 warga Palestina sejak 7 Oktober tahun lalu.

"Keputusan untuk menutup Kedutaan Besar Israel di Dublin dibuat mengingat kebijakan anti-Israel yang ekstrem dari pemerintah Irlandia," klaim Kementerian Luar Negeri Israel dalam sebuah pernyataan, yang tampaknya merujuk pada keputusan Irlandia tentang Gaza. "Tindakan dan retorika anti-Semit yang digunakan Irlandia terhadap Israel berakar pada delegitimasi dan demonisasi negara Yahudi, bersama dengan standar ganda," kata Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa'ar dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari The New Arab, Senin (16/12/2024). "Irlandia telah melewati setiap garis merah dalam hubungannya dengan Israel." Pada bulan November, Perdana Menteri (PM) Irlandia Simon Harris mengatakan otoritas negaranya akan PM Israel Benjamin Netanyahu jika dia bepergian ke Irlandia setelah Pengadilan Kriminal Internasional (ICJ) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuknya. ICC mengeluarkan surat perintah untuk Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan antara 8 Oktober 2023 hingga 20 Mei tahun ini di Jalur Gaza. Sa'ar mengatakan Israel akan menginvestasikan sumber dayanya dalam membangun hubungan dengan negara lain, dan pada hari Minggu mengumumkan pembukaan Kedutaan Besar di Moldova.

Sumber : https://international.sindonews.com/read/1503723/43/israel-tutup-kedubesnya-di-irlandia-karena-dukung-kasus-genosida-gaza-1734311553

RAYAKAN TAHUN BARU MENURUT ISLAM

 

         Momentum tahun baru merupakan perayaan berakhirnya masa 1 tahun dan menandai akan dimulainya hitungan selanjutnya. tahun baru di Indonesia jatuh pada tanggal 1 Januari karena Indonesia mengadopsi kalender Gregorian, sama halnya dengan mayoritas negara-negara di dunia.

Kilas Sejarah Kalender Gregorian Menilik sejarahnya, tahun baru yang dimulai semenjak tanggal 1 Januari ini diresmikan oleh salah seorang kaisar Romawi bernama Julius Cesar pada tahun 46 SM. Kemudian kembali diresmikan oleh pemimpin katolik tertinggi yaitu Paus Gregorius XII pada tahun 1582. Sedangkan proses penetapannya dilakukan oleh bangsa Eropa Barat yang menggunakan kalender Greogorian pada tahun 1752. Perayaan Tahun Baru Jadi Soal Perayaan tahun baru biasanya diisi dengan sukacita berkumpul bersama keluarga, kolega ataupun orang tercinta di alun-alun kota maupun tempat-tempat lainnya guna menyaksikan ragam pertunjukan, seperti pesta kembang api, konser musik, hingga pentas seni budaya. Meski begitu, dalam menyongsong tahun baru ini masih banyak kalangan muslim yang mempertanyakan perihal hukum merayakan momentum tahun baru serta mengucapkan selamat tahun baru atau “Happy New Year” menurut kajian Islam. Apakah diperbolehkan atau justru sebaliknya?

Hukum Merayakan Tahun Baru Setelah menelaah berbagai literatur, dijumpai keterangan perihal kebolehan merayakan momentum tahun baru selama tidak diisi dengan kemaksiatan seperti tindakan huru-hara, balap liar, tawuran, pacaran dan lain sebagainya. Hal tersebut selaras dengan pernyataan Guru Besar Al-Azhar Asy-Syarif serta Mufti Agung Mesir Syekh Athiyyah Shaqr (wafat 2006 M). Dalam kompilasi fatwa ulama Al-Azhar beliau menyatakan:

 وَقَيْصَرُ رُوْسِيَا "الإِسْكَنْدَرُ الثَّالِثُ" كَلَّفَ الصَّائِغَ "كَارِلْ فَابْرَج" بِصَنَاعَةِ بَيْضَةٍ لِزَوْجَتِهِ 1884 م، اسْتَمَرَّ فِي صُنْعِهَا سِتَّةَ أَشْهُرٍ كَانَتْ مَحِلَّاةً بِالْعَقِيْقِ وَالْيَاقُوْتِ، وَبَيَاضُهَا مِنَ الْفِضَّةِ وَصِفَارُهَا مِنَ الذَّهَبِ، وَفِى كُلِّ عَامٍ يَهْدِيْهَا مِثْلَهَا حَتَّى أَبْطَلَتْهَا الثَّوْرَةُ الشُّيُوْعِيَّةُ 1917 م. وَبَعْدُ، فَهَذَا هُوَ عِيْدُ شَمِّ النَّسِيْمِ الَّذِي كَانَ قَوْمِيًّا ثُمَّ صَارَ دِيْنِيًّا فَمَا حُكْمُ احْتِفَالِ الْمُسْلِمِيْنَ بِهِ؟ لَا شَكَّ أَنَّ التَّمَتُّعَ بِمُبَاهِجِ الْحَيَاةِ مِنْ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَتَنَزُّهٍ أَمْرٌ مُبَاحٌ مَا دَامَ فِى الْإِطَارِ الْمَشْرُوْعِ الَّذِي لَا تُرْتَكَبُ فِيْهِ مَعْصِيَّةٌ وَلَا تُنْتَهَكُ حُرْمَةٌ وَلَا يَنْبَعِثُ مِنْ عَقِيْدَةٍ فَاسِدَةٍ 

Artinya: “Kaisar Rusia, Alexander III pernah mengutus seorang tukang emas ‘Karl Fabraj’ guna membuat topi baja untuk istrinya pada tahun 1884 M. Proses pembuatannya berlangsung selama 6 bulan. Topi itu ditempeli batu akik dan permata. Warna putihnya dari perak dan warna kuningnya dari emas. Di setiap tahunnya ia menghadiahkan topi serupa kepada istrinya hingga kemudian istrinya ditumbangkan oleh pemberontakan kelompok komunisme pada tahun 1917 M. Mulanya acara ini merupakan suatu perayaan ‘Sham Ennesim’ (Festival nasional Mesir yang menandai dimulainya musim semi) yang merupakan tradisi lokal Mesir lantas berubah menjadi tradisi keagamaan. Lalu bagaimanakah hukum memperingati dan merayakannya bagi seorang muslim? 

Tak diragukan lagi bahwa bersenang-senang dengan keindahan hidup yakni makan, minum dan membersihkan diri merupakan sesuatu yang diperbolehkan selama masih selaras dengan syariat, tidak mengandung unsur kemaksiatan, tidak merusak kehormatan, dan bukan berangkat dari akidah yang rusak.” [Wizarah Al-Auqof Al-Mishriyyah, Fatawa Al-Azhar, juz X, halaman 311). Senada dengan fatwa yang dirilis oleh Mufti Agung Mesir, ulama pakar hadis terkemuka asal Haramain, Syekh Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki (wafat 2004 M) dalam kitabnya menegaskan:

جَرَتْ عَادَاتُنَا أَنْ نَجْتَمِعَ لإِحْيَاءِ جُمْلَةٍ مِنَ الْمُنَاسَبَاتِ التَّارِيْخِيَّةِ كَالْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ وَذِكْرَى الْإِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ وَلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَالْهِجْرَةِ النَّبَوِيَّةِ وَذِكْرَى نُزُوْلِ الْقُرْآنِ وَذِكْرَى غَزْوَةِ بَدْرٍ وَفِى اعْتِبَارِنَا أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ عَادِيٌّ لَا صِلَةَ لَهُ بِالدِّيْنِ فَلَا يُوْصَفُ بِأَنَّهُ مَشْرُوْعٌ أَوْ سُنَّةٌ كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ مُعَارِضًا لِأَصْلٍ مِنْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ لأَنَّ الْخَطَرَ هُوَ فِى اعْتِقَادِ مَشْرُوْعِيَّةِ شَيْءٍ لَيْسَ بِمَشْرُوْعٍ 

Artinya: “Sudah menjadi tradisi bagi kita berkumpul untuk menghidupkan berbagai momentum bersejarah, seperti halnya maulid nabi, peringatan isra mi’raj, malam nishfu sya’ban, tahun baru hijriyah, nuzulul qur’an dan peringatan perang Badar. Menurut pandanganku, peringatan-peringatan seperti ini merupakan bagian daripada tradisi, yang tidak terdapat korelasinya dengan agama, sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang disyariatkan ataupun disunahkan. Kendati demikian, juga tidak berseberangan dengan dasar-dasar agama, sebab yang justru mengkhawatirkan ialah timbulnya keyakinan terhadap disyariatkannya sesuatu yang tidak disyariatkan.” [Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Mafahim Yajibu an Tushahihah, [Surabaya: As-Shafwah Al-Malikiyyah], halaman 337-338. 

Melihat dua referensi di atas dapat disimpulkan, peringatan momentum tahun baru dalam pandangan Islam masuk dalam kategori adat istiadat ataupun tradisi yang tidak memiliki korelasi dengan agama. Sehingga, hukumnya bagi seorang muslim boleh-boleh saja merayakan pergantian tahun baru tersebut selama tidak diiringi dengan kemaksiatan. 

Hukum Mengucapkan “Happy New Year” Menjelang pergantian tahun, topik pembicaraan yang kerap mengemuka bukan hanya terkait perayaannya saja, melainkan juga seputar ucapan selamat tahun baru atau populer dengan ungkapan “Happy New Year” bolehkah kita sebagai muslim turut mengucapkan selamat tahun baru kepada segenap keluarga, kerabat, ataupun kolega?

Berkenaan dengan hukum mengucapkan selamat tahun baru, salah satu pemuka mazhab Syafi’i Syekh Ibn Hajar Al-Haitami (wafat 974 H) dalam kitabnya mengungkapkan :

 قَالَ الْقَمُولِيُّ لَمْ أَرَ لِأَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِنَا كَلَامًا فِي التَّهْنِئَةِ بِالْعِيدِ وَالْأَعْوَامِ وَالْأَشْهُرِ كَمَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ لَكِنْ نَقَلَ الْحَافِظُ الْمُنْذِرِيُّ عَنْ الْحَافِظِ الْمَقْدِسِيَّ أَنَّهُ أَجَابَ عَنْ ذَلِكَ بِأَنَّ النَّاسَ لَمْ يَزَالُوا مُخْتَلِفِينَ فِيهِ وَاَلَّذِي أَرَاهُ مُبَاحٌ لَا سُنَّةَ فِيهِ وَلَا بِدْعَةَ 

Artinya, “Imam Al-Qamuli berkata: “Aku tidak menemukan satu pun pendapat dari Ashab Asy-Syafi’i perihal ucapan selamat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, ucapan selamat pergantian tahun, dan pergantian bulan sebagaimana yang kerap dilakukan oleh kebanyakan orang. Namun Al-Hafidz Al-Mundziri pernah mengutip bahwa Syekh Al-Hafidz Abu Hasan Al-Maqdisi suatu ketika pernah ditanya tentang hal ini, lantas beliau menjawab, selalu terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal tersebut. Sehingga menurut pendapatku, ucapan selamat tersebut hukumnya adalah mubah (diperbolehkan), bukan sunah dan bukan pula bid’ah.” (Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, [Beirut: Dar Al-Fikr], juz III, halaman 56). 

Kesimpulan Merayakan momentum tahun baru dengan berbagai bentuknya, serta mengucapkan selamat tahun baru atau “Happy New Year” menurut perspektif kajian Islam merupakan hal yang mubah (diperkenankan), selama tidak dilakukan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan syariat, seperti tindak kemaksiatan. 

Meski begitu, alangkah baiknya bagi kita untuk memaknai pergantian tahun baru ini sebagai momentum untuk mengevaluasi diri agar lebih memaksimalkan ibadah ke depannya dengan ungkapan syukur. Selain itu, yang tak kalah penting dalam momentum pergantian tahun ialah memohon kepada Allah Swt. agar senantiasa memberikan kita kekuatan untuk menjalankan kebaikan dan ketaatan serta dijauhkan dari segala marabahaya. Wallahu’alam bisshawab.

Sumber : https://nu.or.id/syariah/rayakan-tahun-baru-hati-hati-ternyata-begini-hukumnya-dalam-kajian-islam-GEV6g

 

 

Momentum tahun baru merupakan perayaan berakhirnya masa satu tahun dan menandai akan dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Tahun baru di Indonesia jatuh pada tanggal 1 Januari karena Indonesia mengadopsi kalender Gregorian, sama halnya dengan mayoritas negara-negara di dunia.

Sumber: https://nu.or.id/syariah/rayakan-tahun-baru-hati-hati-ternyata-begini-hukumnya-dalam-kajian-islam-GEV6g


___
Download NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS)
Momentum tahun baru merupakan perayaan berakhirnya masa satu tahun dan menandai akan dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Tahun baru di Indonesia jatuh pada tanggal 1 Januari karena Indonesia mengadopsi kalender Gregorian, sama halnya dengan mayoritas negara-negara di dunia. Kilas Sejarah Kalender Gregorian Menilik sejarahnya, tahun baru yang dimulai semenjak tanggal 1 Januari ini diresmikan oleh salah seorang kaisar Romawi bernama Julius Cesar pada tahun 46 SM. Kemudian kembali diresmikan oleh pemimpin katolik tertinggi yaitu Paus Gregorius XII pada tahun 1582. Sedangkan proses penetapannya dilakukan oleh bangsa Eropa Barat yang menggunakan kalender Greogorian pada tahun 1752. Perayaan Tahun Baru Jadi Soal Perayaan tahun baru biasanya diisi dengan sukacita berkumpul bersama keluarga, kolega ataupun orang tercinta di alun-alun kota maupun tempat-tempat lainnya guna menyaksikan ragam pertunjukan, seperti pesta kembang api, konser musik, hingga pentas seni budaya. Meski begitu, dalam menyongsong tahun baru ini masih banyak kalangan muslim yang mempertanyakan perihal hukum merayakan momentum tahun baru serta mengucapkan selamat tahun baru atau “Happy New Year” menurut kajian Islam. Apakah diperbolehkan atau justru sebaliknya?

Sumber: https://nu.or.id/syariah/rayakan-tahun-baru-hati-hati-ternyata-begini-hukumnya-dalam-kajian-islam-GEV6g


___
Download NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS)
Momentum tahun baru merupakan perayaan berakhirnya masa satu tahun dan menandai akan dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Tahun baru di Indonesia jatuh pada tanggal 1 Januari karena Indonesia mengadopsi kalender Gregorian, sama halnya dengan mayoritas negara-negara di dunia. Kilas Sejarah Kalender Gregorian Menilik sejarahnya, tahun baru yang dimulai semenjak tanggal 1 Januari ini diresmikan oleh salah seorang kaisar Romawi bernama Julius Cesar pada tahun 46 SM. Kemudian kembali diresmikan oleh pemimpin katolik tertinggi yaitu Paus Gregorius XII pada tahun 1582. Sedangkan proses penetapannya dilakukan oleh bangsa Eropa Barat yang menggunakan kalender Greogorian pada tahun 1752. Perayaan Tahun Baru Jadi Soal Perayaan tahun baru biasanya diisi dengan sukacita berkumpul bersama keluarga, kolega ataupun orang tercinta di alun-alun kota maupun tempat-tempat lainnya guna menyaksikan ragam pertunjukan, seperti pesta kembang api, konser musik, hingga pentas seni budaya. Meski begitu, dalam menyongsong tahun baru ini masih banyak kalangan muslim yang mempertanyakan perihal hukum merayakan momentum tahun baru serta mengucapkan selamat tahun baru atau “Happy New Year” menurut kajian Islam. Apakah diperbolehkan atau justru sebaliknya?

Sumber: https://nu.or.id/syariah/rayakan-tahun-baru-hati-hati-ternyata-begini-hukumnya-dalam-kajian-islam-GEV6g


___
Download NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS)
Momentum tahun baru merupakan perayaan berakhirnya masa satu tahun dan menandai akan dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Tahun baru di Indonesia jatuh pada tanggal 1 Januari karena Indonesia mengadopsi kalender Gregorian, sama halnya dengan mayoritas negara-negara di dunia. Kilas Sejarah Kalender Gregorian Menilik sejarahnya, tahun baru yang dimulai semenjak tanggal 1 Januari ini diresmikan oleh salah seorang kaisar Romawi bernama Julius Cesar pada tahun 46 SM. Kemudian kembali diresmikan oleh pemimpin katolik tertinggi yaitu Paus Gregorius XII pada tahun 1582. Sedangkan proses penetapannya dilakukan oleh bangsa Eropa Barat yang menggunakan kalender Greogorian pada tahun 1752. Perayaan Tahun Baru Jadi Soal Perayaan tahun baru biasanya diisi dengan sukacita berkumpul bersama keluarga, kolega ataupun orang tercinta di alun-alun kota maupun tempat-tempat lainnya guna menyaksikan ragam pertunjukan, seperti pesta kembang api, konser musik, hingga pentas seni budaya. Meski begitu, dalam menyongsong tahun baru ini masih banyak kalangan muslim yang mempertanyakan perihal hukum merayakan momentum tahun baru serta mengucapkan selamat tahun baru atau “Happy New Year” menurut kajian Islam. Apakah diperbolehkan atau justru sebaliknya?

Sumber: https://nu.or.id/syariah/rayakan-tahun-baru-hati-hati-ternyata-begini-hukumnya-dalam-kajian-islam-GEV6g


___
Download NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS)