Agenda Kunjungan Obama


Presiden Obama memang pernah tinggal di Indonesia. Akan tetapi, tentunya amat sempit jika kita beranggapan bahwa motif kunjungan Obama ke Indonesia hanya untuk bernostalgia belaka.
Memang susah untuk menebak secara tepat apa gerangan motif kunjungan Obama ke Indonesia tanggal 9 s.d 10 ini mengingat bahwa kunjungan seorang presiden ke negara lain adalah bagian dari manuver politik, yang mana makin susah terbaca manuver politik sebuah negara maka makin tinggi daya tawar negara tersebut. Tapi setidaknya dari gelagat-gelagat yang ada bisa kita baca apa saja motif kunjungan Obama ke negeri ini.
Dalam Kunjungannya, Obama setidaknya akan mengikuti 6 (enam) agenda;
1. Pertemuan bilateral Bilateral
2. Konferensi pers
3. Jamuan Makan malam
4. Pidato di Kampus UI
5. Kunjungan lokasi, ke TMP Kalibata dan Masjid Istiqlal, serta
6. Dialog bisnis dengan pengusaha
Jika diklasifikasikan menurut target politik yang ingin dicapai, maka 6 rangkaian agenda obama di atas bisa dikelompokkan menjadi tiga target;
a. Pengarahan
b. Pencitraan
c. Pengopinian
PENGARAHAN
Inilah sesungguhnya motif utama kunjungan obama. Pertemuan bilateral (saya lebih suka menyebutnya Pengarahan bilateral), dialog bisnis, dan jamuan makan malam akan penuh dengan nuansa pengarahan dan evaluasi presiden Obama atas presiden SBY. Praktisnya lihat saja apa panggilan SBY kepada Obama; YANG MULIA BAPAK PRESIDEN OBAMA. Waww..ingat!, tidak pernah seorang presiden indonesia memanggil yang mulia kepada presiden lain, terkecuali presiden tersbut adalah ‘atasannya.’
Hal ini dkuatkan oleh paling tidak enam alasan strategis;
Pertama; Amerika membutuhkan bantuan signifikan dari negara-negara ‘satelit’ untuk bisa pulih dari krisis ekonomi yang saat ini masih sedang melanda Amerika. Sederhananya, Amerika akan memastikan kepentingan ekonomi AS di Indonesia harus dijaga, kemudian juga perusahaan Amerika harus lebih dipermudah dalam menguasai sumber daya alam baru di indonesia.
Kedua; Presiden Obama berkepentingan untuk secara langsung memberikan perintah dan arahan teknis kepada Presiden indonesia untuk mem-blok atau setidaknya mengurangi hegemoni ekonomi Cina. Paling tidak, jika presiden SBY tidak bersedia membatalkan ACFTA (Kerjasama ekonomi bebas ASEAN-CINA), SBY harus mau meng-gol-kan NAFFTA (Kerjasama ekonomi bebas Amerika-Asia Pasifik)
Ketiga; Tahun depan (2011), AS berencana untuk membuat pangkalan militer di Kepualuan Guam dekat Australia. Otomatis Armada tempur AS akan sering melewati wilayah laut dan udara Indonesia. Untuk itu, pemerintah Indonesia harus memberikan izin, selain harus juga ikut mengamankan mobilitas armada Amerika dari gangguan bajak laut terutama di Selat Malaka.
Keempat; Terkait hegemoni ekonomi investasi AS. Ini masih menjadi tema paling strategis bagi AS. Terkait itu, Obama akan menekan indonesia untuk; menjaga dan melindungi perusahaan-perusahaan tambang AS, memaksa Pemerintah indonesia memberikan jatah konsesi Blok ALPHA dan BETHA di Natuna kepada perusahan ‘BUMN’ Amerika Chevron, serta besar kemungkinan akan ‘mewajibkan’ presiden SBY memberikan jatah 20 % saham PT. Krakatau Steel kepada Perusahaan AS. Obama juga sepertinya akan menekan pemerintah indonesia untuk segera mengesahkan UU Kelistrikan supaya asing bisa measuk ke bisnis listrik. Revisi UU ritel pun sepertinya akan menjadi tema pengarahan Obama karena Seperti kita ketahui bersama saat ini UU Ritel masih membatasi liberalsasi investasi perusahaan ritel asing.
Kelima; Obama akan menekan indonesia supaya mempererat hubungan diplomasi dengan Israel. Bukan rahasia umum bahwa Obama dan Amerika adalah ‘anjing herder’ nya Israel. Sejauh ini hubungan Israel-Indonesia baru sebatas hubungan dagang yang ditandai dengan pembukaan kantor dagang Israel di jakarta. Obama (atas tekanan israel) penting untuk memdorong pemerintah Indonesia supaya segera meningkatkan hubungan diplomasi dengan israel melalui pembukaan Kedutaan besar Israel di jakarta.
keenam; kita juga tidak bisa melupakan NAMRU-2. Lihat saja nanti, besar kemungkinan pasca kunjungan Obama proyek NAMRU 2 akan dilanjutkan kembali bahkan akan ditingkatkan.
PENCITRAAN
Agenda Kunjungan ke UI, Masjid Istiqlal, dan ke TMP Kalibata, dengan terang bisa kita simpulkan sebagai agenda Pencitraan Obama. Obama ingin terlihat friendly, humanis, dan solider. Obama ingin menunjukkan kepada publik indonesia bahwa dia ramah, besahabat, peduli, dan intelektualis. Ironisnya, banyak dari kita yang termakan politik pencitraan ini. Karena pencitraan yang gencar oleh media, akibatnya kita jadi lupa bahwa Amerika dan Obama bertangung jawab atas pembunuhan jutaan orang di irak dan afganistan. kita jadi lupa bahwa obama memdukung penuh pembantai israel atas saudara-saudra kita di palestina. Kita juga jadi lupa, bahwa obama datang ke indonesia untuk menguras kekayaan-kekayaan kita.
PENGOPINIAN
Simak saja, konten Pidato obama Di kampus UI nanti dan Konfrensi Pers Obama kemarin, yang tidak lepas dari pengopinian AS sebagai sahabat dekat indonesia, AS sebagai Kiblat dan suri tauladan terbaik bagi negeri ini, dan AS sebagai pelindung dan pengayom terbaik bagi bangsa ini.
Lebih praktis, obama sepertinya juga akan beropini sehalus dan se-elegan mungkin supaya kebijakan amerika yang melanjutkan perang di irak dan afganistan bisa terus didukung oleh rakyat indonesia. Obama juga akan menekankan pentingnya keberlanjutan mega proyek “War on Terrorism; War on Islam.” Di sisi yang lain Obama juga akan menekankan pentingnaya demokratisasi di negeri –negeri islam, pentingnya dialog islam-barat, serta akan menganjurkan supaya semakin banyak pemuda-pemuda indonesia yang menuntut ilmu ke amerika
**
Berdasarkan berbagai analisis yang ada serta dikuatkan oleh pendapat Banyak intelektual bijak di negeri ini, maka sangat jelas Mr. Obama datang sebagai Atasan bukan sebagai teman!
Allahu a’lam.
[Fahrur Rozi]

Sumber : cerdasmedia

Usamah Still Alive


Untuk kepentingan pribadi dan negaranya, Presiden Obama sangat membutuhkan kematian Usamah bin Ladin saat ini.

‘’I believe, he’s still alive,’’
tandas Azlan Mohd Shariff, Direktur Operasional Bantuan Kemanusiaan Global Peace Mission Malaysia. Pensiunan Mayor Angkatan Udara Malaysia ini tak begitu saja mempercayai klaim Amerika bahwa mereka sudah menghabisi Usamah bin Ladin 1 Mei lalu.

‘’Saya pernah bertemu Usamah, berpelukan, berikrar untuk berjihad, lalu minum teh dengannya di pegunungan Tora Bora,’’ Azlan mengenang pengalamannya saat berada di Afghanistan pada 2001. ‘’Ada 15 orang yang mirip Usamah dan mengaku dirinya Usamah,’’ ia menambahkan.

Dini hari awal Mei 2011, Presiden Barack Obama mengumumkan bahwa pasukan komando Amerika (Navy Seals) berhasil menamatkan riwayat Usamah. Pria Arab ini kepalanya dilabeli hadiah Rp 215 miliar karena dituding dalang penyerangan menara kembar WTC di New York, AS, pada 11 September 2001.  Setelah 10 tahun diburu, Usamah konon berhasil disergap dan dibunuh di Kota Abbottabad yang berjarak sekitar 200 meter dari Akademi Militer Pakistan.

Dengan dalih agar jenazah dan makamnya tak menjadi simbol perlawanan, Amerika mengaku membuang mayat Usamah ke Laut Arab bagian selatan dari atas kapal induk Carl Vinson. Televisi Pakistan menayangkan gambar wajah Usamah yang sudah tak bernyawa. Tampak kening Usamah tertembus peluru serta sekujur wajahnya dipenuhi luka. Foto itu kemudian dikutip beberapa media di Inggris.

Namun, segera saja foto tersebut diketahui bodong. Bahkan kedua foto dengan wajah berdarah hasil manipulasi (montage) itu sudah didaringkan secara online sejak dua tahun terakhir.
Tak ayal, beberapa media Inggris yang telanjur memuatnya di halaman depan situs online seperti Mail, Times, Telegraph, Sun and Mirror, buru-buru men-drop.

Koran The Guardian mengakui, foto palsu itu dipublikasikan kali pertama di themediaonline.org yang beredar di Timur Tengah pada 29 April 2009. Harian tersebut juga mendaftar sejumlah keterangan penting yang tidak konsisten seputar berita kematian Usamah.
Apa boleh buat, klaim badan intelijen AS bahwa DNA mayat itu sama dengan sampel DNA anggota keluarga Usamah, tak mampu meyakinkan dunia.

"Maaf, bila percaya kematian Usamah, Anda bodoh," kata aktivis antiperang, Cindy Sheehan, di wall Facebook-nya. "Berpikirlah yang sehat, mengapa mereka malu-malu menguburkan Usamah di laut?"
Sejumlah warga Abbottabad pun menolak cerita kematian Usamah. "Tak ada yang percaya itu Usamah. Kami hingga kini tidak pernah melihat ada orang-orang Arab yang berkeliaran di sekitar sini," kata Bashir Qureshi (61) sembari tertawa. "Mereka (AS) mengatakan telah melempar mayat Usamah ke laut. Itu sama sekali salah, dia tak berada di sini," tandasnya.

"Saya tak yakin Usamah berada di sini," kata Haris Rasheed (22), yang bekerja di sebuah restoran cepat saji. "Bagaimana bisa tak seorang pun mengetahui dia berada di sini," katanya.

"Dan, mengapa mereka (AS) menguburkan mayat Usamah begitu cepat? Semua ini kepalsuan, drama belaka," imbuh Haris.

Waly ur-Rahman, komandan Mujahidin di Pakistan, menegaskan bahwa Usamah bin Ladin masih hidup dan sehat. “Aku tidak bertemu secara langsung dengan Syeikh Usamah, namun saya dapat mengonfirmasikan dengan jelas kebenaran bahwa Syeikh Usamah bin Ladin masih hidup dan dalam keadaan baik,” ujar Rahman dalam statemen video yang dilansir Forum Islam Ansar, mengutip siaran berita BBC Arab.

Shakil Ahmed, pekerja pada perusahaan farmasi, mengemukakan teori, Barack Obama membutuhkan dalih kuat untuk menarik mundur 130 ribu tentara di Afghanistan dan menyudahi agresi serta kolonialisme selama 10 tahun. Maka direkayasalah drama kematian Usamah.

"AS ingin keluar dari Afghanistan. Mereka mengatakan Usamah telah tewas dan kini mereka punya alasan," simpulnya.

Teori konspirasi yang diyakini sebagian masyarakat tersebut diungkapkan Wall Street Journal. Dimulai dengan keganjilan drama WTC New York 9/11 sampai kematian Usamah Abbottabad 1/5.
Dalam berbagai keganjilan tersebut, terlibat nama Marc Grossman. Staf urusan politik luar negeri AS ini, seperti diungkap  Koran Pakistan Pakistan The News, mengadakan pertemuan rahasia dengan kepala Badan Intelijen Pakistan atau Inter-service Intelligence (ISI), Mahmud Ahmed. Perjumpaan empat mata itu berlangsung jelang pengeboman menara kembar WTC.

Harian Times India menulis, Ahmed diduga pernah mentransfer uang senilai 100 ribu dolar AS kepada Muhammad Atta, pria yang membajak pesawat dalam serangan 9/11.

Namun, AS sama sekali tak menuntut Ahmed. Sebaliknya, Ahmed melenggang keluar Amerika dengan bantuan Grossman.
Skandal itu sempat disorot politikus Partai Buruh Inggris, Michael Meacher. Lewat artikel bertajuk "The Pakistan Connection'' yang dipublikasikan The Guardian, mantan menteri lingkungan Inggris ini menyatakan, "Sangat luar bisa seorang Ahmed tidak pernah diseret dalam pengadilan 11 September."

Pada 2010, Grossman kembali jadi perbincangan surat kabar Pakistan. Pasalnya, ia ditunjuk sebagai utusan khusus AS di Afghanistan dan Pakistan. Penunjukannya dipertanyakan, lantaran dia berhubungan dengan pemodal aksi teroris dan kini jadi pejabat berwenang di wilayah rawan terorisme.

Tiga bulan setelah Grossman menjabat, muncul kabar Usamah bin Ladin ditembak mati di Abbottabad.

Dalam rilisnya kepada media, Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (FPI) mencurigai bahwa isu kematian Usamah hanyalah propaganda Obama untuk memenangkan pemilihan presiden AS yang akan datang.  Terlebih Obama tengah dipertanyakan status kelahirannya. FPI mengingatkan agar kaum muslimin melakukan tabayyun (check and recheck) atas berita versi orang kafir. Apalagi berita itu disertai berbagai keganjilan.

Namun bila memang berita itu benar, maka FPI menyatakan bahwa Usamah telah gugur sebagai seorang syuhada. Sesuai ajaran Islam, mayat Usamah tak perlu lagi dimandikan dan dishalatkan. Cukup dikafankan dengan pakaian yang dikenakannya saat syahid dan wajib dikuburkan secara Islami.

‘’Kalau benar Amerika membuang mayat Usamah ke laut, FPI mengutuk tindakan biadab itu sekaligus mengecam siapa saja yang telah berpesta pora menyambut kematiannya. FPI juga menuntut AS agar segera mengembalikan jenazah Usamah kepada keluarga atau kerabatnya untuk dimakamkan secara Islam,’’ tulis FPI dalam rilis yang diteken Habib Rizieq Shihab.

Lepas dari benar tidaknya berita tentang kematian Usamah bin Ladin, FPI menegaskan bahwa Usamah adalah sosok mujahid sejati. ‘’FPI menampik tuduhan yang mengatakan bahwa Usamah adalah agen AS. Soal kerjasama Usamah dengan AS saat perang melawan Uni Soviet, itu terjadi akibat kepentingan yang sama, sebagaimana kerja sama ormas Islam, ABRI dan AS saat melawan PKI di Indonesia,’’ jelas FPI.

FPI juga menyeru agar generasi muda Islam di seluruh dunia belajar dari perjuangan Usamah bin Ladin yang telah meninggalkan kejayaan dunia untuk mengabdikan diri pada kepentingan Islam. (nurbowo)

Box:

Atau Sudah Lama Syahid?


Selain yang percaya Usamah bin Ladin masih hidup, sebagian orang justru menduga Usamah sudah lama ditangkap atau gugur oleh serangan Amerika. Inkonsistensi klaim atas Usamah jadi penyebab kedua anggapan itu.
 

Pada 2001, CNN menyebutkan Usamah menderita diabetes, tekanan darah rendah, dan luka di kakinya. “Dia kekurangan cairan, dan sakit ginjal,” rilis CNN. Akhirnya di penghujung 2001, Usamah dinyatakan sudah meninggal oleh Presiden Pakistan Pervez Musharraf.

Tapi 1 Mei lalu, atau satu dekade kemudian, Usamah dinyatakan ‘’mati untuk kali kedua’’. Ekspos kematiannya bertepatan dengan momentum pemanasan jelang pemilihan presiden Amerika. Presiden Obama harus memenuhi janjinya untuk menarik pasukan militer dari Afghanistan dengan dalih yang ‘’terhormat’’. Dia juga perlu menghentikan isu akta kelahirannya yang kontroversial.

Menurut Komandan Laskar Pembela Islam, Munarman, informasi simpang siur demi kepentingan politik semacam itu sudah biasa dalam perang. ‘’Perang itu siasat,’’ ia mengingatkan.

Contohnya, mayat Aris dan Ibrohim, ‘’teroris’’ yang mayatnya ditunjukkan polisi masing-masing di Bekasi dan Temanggung.  Jum’at hari nahas itu, 8 Agustus 2009, pekerja bengkel Aris masih Jum’atan di Solo. Eh, tahu-tahu sorenya sudah jadi mayat di sebuah rumah yang menyimpan bahan peledak di Bekasi. Sedangkan mayat Ibrohim ‘’menggantikan’’ jenazah ‘’Noordin M Top’’ di sebuah rumah yang digempur 600-an polisi Densus-88 selama 17 jam nonstop, 7-8 Agustus 2009.
(nb)

Reformasi, Dari Asing Untuk Asing


Tiga belas tahun reformasi nasib negeri ini kian terpuruk. Pelan tapi pasti bakal menuju negara gagal (failed state). Rupanya asinglah yang memetik buah reformasi 1998.

Sulit untuk disangkal jika dikatakan bahwa buah reformasi 1998 ternyata lebih banyak dinikmati kalangan asing ketimbang bangsa Indonesia. Reformasi 13 tahun silam, yang diidam-idamkan bakal membawa rakyat Indonesia menuju sebuah kesejahteraan ternyata pepesan kosong belaka. Rakyat negeri ini malah makin terjerumus dalam kehidupan liberal dan kesengsaraan. Bahkan lebih liberal dari Amerika Serikat, negara yang telah mensponsori reformasi tahun 1998 lalu dengan gelontoran dana total 26 juta USD melalui United States Agency for International Development (USAID).

Sulitnya tercapai kesejahteraan rakyat Indonesia sebagaimana telah dimanahkan konstitusi, karena berbagai aturan yang berbentuk Undang-undang (UU) tak pernah lepas dari desain sejumlah lembaga Asing yang membawa misi penghancuran ekonomi bangsa Indonesia. Secara mengejutkan pada pertengahan tahun 2010 lalu, Badan Intelijen Negara (BIN) melaporkan bahwa 76 UU di DPR disusun oleh konsultan asing.

Adalah anggota Fraksi PDIP Eva Kusuma Sundari yang membuka informasi penting itu ke publik. Yang mengherankan, campur tangan asing itu terjadi pasca reformasi. "Pasca reformasi, berdasarkan hasil laporan BIN, 76 UU kita, dikonsep oleh konsultan asing," kata Eva dalam sebuah acara diskusi pada pertengahan tahun lalu. Menurut Eva, ke-76 UU itu adalah usulan pemerintah. Inti dari intervensi ini adalah upaya meliberalisasi sektor-sektor vital di Indonesia, seperti UU tentang Migas, Kelistrikan, Perbankan dan Keuangan, Pertanian, Penanaman Modal serta Sumber Daya Air.

Tiga lembaga yang berbasis di Amerika Serikat dituding berada di balik gol-nya sejumlah UU bernuansa liberal dan pro Asing. Ketiganya adalah World Bank (Bank Dunia), International Monetary Fund (IMF), dan United States Agency for International Development (USAID). Mereka terlibat sebagai konsultan dalam penyusunan UU.

Hasil konsultasi dengan Bank Dunia lahirlah diantaranya UU No 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, UU No 20 Tahun 2002 tentang Kelistrikan, dan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Sementara berkat ‘jasa’ IMF lahir UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Sedangkan keterlibatan USAID antara lain, pada UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas. Kesemua UU itu terbukti makin mengokohkan cengkeraman Asing di Indonesia dan menjadikan rakyat hidup menderita. Dampak riil yang dirasakan masyarakat antara lain pendidikan jadi mahal, listrik terus naik, sumber mata air dikuasai swasta bahkan swasta asing, perusahaan-perusaahan asing terus mengeruk kekayaan alam Indonesia, kenaikan harga BBM secara terselubung dengan mengalihkan dari bensin ke pertamax, biaya kesehatan mahal dan lain sebagainya. Sementara rakyat tiap hari selalu dituntut membayar beraneka ragam pajak.

Baru-baru ini bahkan terkuak sebuah LSM asing, United Nations Development Programme (UNDP) ternyata berkantor di Gedung DPR RI. Diduga, keberadaan LSM itu telah mempengaruhi pembuatan undang-undang di DPR dengan menyusupi kepentingan asing. UNDP berkantor di gedung Sekretariat Jenderal DPR, lantai 7 dan di lantai 3 gedung DPD RI. Menurut pengakuan Project Officer Proper Demokratic Governance Unit UNDP Indonesia, Bachtiar Kurniawan, mereka telah menghuni kantor tersebut sejak tahun 1999. Persis setelah reformasi bergulir.

Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, menilai keberadaan LSM asing di DPR semakin memperjelas dugaan adanya pengaruh asing dalam sejumlah penyusunan Undang-Undang yang proses pembahasan dan penetapannya dilakukan di gedung parlemen.

Makin Liberal

Buah reformasi lainnya yang sangat kental adalah makin liberalnya gaya hidup masyarakat Indonesia. Gaya hidup inilah yang selama ini dipromosikan ideologi Kapitalis  yang diemban oleh Amerika Serikat dan negara sejenisnya untuk merusak masyarakat. Semua menjadi serba boleh. Bahkan konon Indonesia menjadi negara yang lebih liberal dari AS. Hal ini dapat dibuktikan, dengan peredaran media porno yang sedemikian bebas padahal di AS sendiri dibatasi. Pornografi dan pornoaksi juga makin merajalela. Artis internasional ikon pornografi ramai-ramai berdatangan ke Indonesia. Tercatat artis porno dari Jepang, Maria Ozawa Miyabi, pernah syuting di Indonesia. Meski kedatangannya saat itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sementara bintang porno AS, Tera Patrick, batal datang karena mendapat ‘ancaman’ dari Front Pembela Islam.

Saking liberalnya, saat ini mulai ada wacana untuk melegalkan peredaran ganja (mariyuana). Adalah Lingkar Ganja Nusantara (LGN) yang mempelopori kampenye sesat itu. Segelintir aktivis LGN pada Sabtu (7/5/2011) lalu melakukan aksi di Jakarta mendesak pemerintah untuk melegalisasi peredaran ganja. Menurut Ketua LGN, Dhira Narayana, bila ganja dilegalisasi, maka peredarannya akan  bisa diawasi dengan lebih mudah oleh pemerintah. Dhira juga beralasan ganja dapat dimanfaatkan untuk keperluan medis dan industri.

Pendapat Dhira tentu saja mendapat pertentangan keras dari mayoritas masyarakat dan pejabat. Mantan wakil Presiden yang kini menjadi Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla tegas menolak kampanye itu. Selain bertentangan dengan UU, Kalla menilai ganja barang berbahaya dan rawan penyalahgunaan di Indonesia. Gubernur Lemhannas Budi Susilo Soepandji malah menilai pelegalan ganja akan membawa malapetaka.

Profesor Dr dr Dadang Hawari, psikiater yang kerap merawat pemakai psikotropika,  turut membantah pernyataan Dhira yang mengatakan bahwa ganja dapat digunakan dalam bidang medis. “Penelitian dari mana itu? Bohong itu,” kata Dadang. Dunia kedokteran, kata Dadang, saat ini sudah mulai meninggalkan zat yang bersifat adiktif untuk keperluan medis. “Morfin saja sekarang sudah tidak dipakai, diganti analgesik (penghilang rasa sakit) yang tidak membuat kecanduan,” tegasnya.

Liberalnya perilaku masyarakat rupanya juga merembet kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setelah ada desas-desus kabar bahwa salah satu anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Noura Dian Hartarony, mabuk-mabukan dan naik ke atas meja sambil membagi-bagikan kartu nama di sebuah klub malam di Jakarta, anggota Badan Kehormatan (BK) DPR Nudirman Munir menyatakan, tak ada larangan bagi para wakil rakyat untuk meminum minuman alkohol hingga mabuk.  Syaratnya, kata Nudirman, sang anggota DPR yang mabuk tersebut tidak melanggar ketertiban umum. "Kalau mabuk saja tidak ada sanksinya, tapi kalau dia mengganggu kepentingan umum baru ada sanksinya," terangnya. Walah-walah...kalau anggota dewan wakil rakyat yang terhormat saja pendapatnya seperti itu, bagaimana pula dengan perilaku rakyat yang diwakilinya. Apakah anggota dewan pemabuk bararti wakil dari para pemabuk?. Wallahua’lam. Yang jelas  gagasan gila untuk menghalalkan sesuatu yang telah Allah Swt haramkan ini bermunculan di era reformasi.

Menuju Negara Gagal


Intervensi asing lainnya yang sangat kasat mata adalah dalam penanganan kasus terorisme. Pembunuhan terhadap anak-anak negeri oleh Detasemen Khusus 88 disinyalir oleh banyak kalangan atas perintah dari AS. Termasuk penangkapan terhadap ulama kharismatis pengusung Syariah Islam, Ustadz Abu Bakar Baasyir. Bahkan dana dan pelatihan anggota Densus 88 juga digelontorkan dari negeri Paman Sam dan Australia. Semua itu untuk mensukseskan program AS dalam War On Terrorism (WOT) pasca peristiwa 9/11.

Ansyaad Mbai, yang disebut Anggota Komnas HAM Saharudin Daming sebagai gurunya Densus 88, dalam setiap forum dan ceramah selalu mengatakan bahwa Syariah dan Khilafah adalah tujuan aktual terorisme. Syariah, kata Ansyaad, adalah musuh negara. Sementara dana operasi Densus 88 sebesar Rp. 2,1 triliyun, yang dikatakan Daming seharusnya digunakan untuk remunerasi, justru digunakan untuk membunuhi anak-anak negeri.

Karena itu Daming berkesimpulan bahwa negara telah gagal. Dalam penanganan terorisme, kata Daming, negara telah gagal melahirkan sebuah peradaban yang kondusif.  Negara juga dituding Daming telah gagal menciptakan standar keamanan yang melindungi seluruh elemen bangsa. Apalagi me-manage sistem keamanan yang humanis dan profesional. “Dan saya kira kalau dirunut-runut kegagalannya terlalu banyak”, kata Daming saat menyampaikan closing statement dalam diskusi publik soal Terorisme dan HAM di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (12/5/2011). Sekali lagi, negara yang diwakili oleh Densus 88 dan BNPT malah menghamba kepentingan asing. 

Saatnya Revolusi


Anggota DPR dari Fraksi PAN, Teguh Juwarno mengatakan, sebagai sebuah bangsa, Indonesia bisa dikatakan sebagai bangsa yang rendah diri. Karena semua tergantung asing. Menurut Teguh, potensi penduduk yang besar tidak disertai mental pemimpin yang  berdaulat. "Kita ini sebagai bangsa terbiasa ditanamkan sebagai bekas jajahan. Jadi  mentalnya inlander. Mental penjilat," kata Teguh

Reformasi yang telah bergulir tiga belas tahun lamanya ternyata tidak membawa keberkahan bagi masyarakat Indonesia. Makin ke belakang ternyata Indonesia makin dicengkeram penjajah asing. Perubahan ternyata tak cukup sekedar mengganti rezim, dibutuhkan pula pergantian sistem. Sistemnya pun bukan sembarang sistem. Jika Sosialisme dan Kapitalisme terbukti gagal dalam mensejahterakan manusia, maka kini tiba saatnya Islam untuk mengambil alih kepemimpinan, memimpin masyarakat Indonesia menuju baldatun thayibatun wa rabbun ghafur.

Agenda Sebenarnya Bukan Reformasi


Tatkala Presiden Soeharto pada 14 Mei 1998 pulang dari Mesir dan  pesawatnya memasuki langit Jakarta, terlihat pemandangan di bawah di mana-mana merah membara. Jakarta terbakar. Suasana di dalam pesawat kepresidenan pun mencekam. Wartawan Istana yang mengikuti perjalanan presiden Soeharto menceritakan, suasana mencekam itu sebenarnya sudah terasa sepanjang kunjungan Presiden Soeharto di Mesir, di mana ia memutuskan menaikkan harga BBM, kemudian mengumumkan kembali penurunan harga BBM. Walau demikian tampaknya rakyat tak bisa direm kemarahan dan keberingasannya. Jakarta pun dibakar habis.

Hanya butuh waktu seminggu saja sejak Soeharto kembali pulang ke Tanah Air (14 s/d 21 Mei), akhirnya Soeharto menyerah, pasrah dan mengundurkan diri dari jabatan presiden RI yang telah dijabatnya lebih 32 tahun. Tujuh hari menjelang lengsernya Soeharto niscaya menjadi peristiwa yang paling melelahkan bagi Soeharto, pun bagi siapa saja saat itu yang berdiri di tubir kekuasaan. Baik bagi  yang tetap setia kepada Presiden Soeharto (yang jumlahnya bisa dihitung jari) maupun yang menentang dan pengkhianat yang lazim disebut sebagai “Brutus”. Puluhan buku sudah banyak ditulis oleh berbagai saksi sejarah dengan sudut pandang subyektif yang beraneka ragam.

Tidak ada yang menulis, peristiwa pembentukan Komite Reformasi pada 19 Mei 1998 yang diprakarsai Presiden Soeharto sebagai hasil rembugan dengan 10 orang tokoh bangsa di Istana Negara. Sepuluh tokoh yang dianggap sebagai tokoh nasional dan diajak Soeharto berunding antara lain : (1) HM. Cholil Badawi (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), (2) KH. Ali Yafie (MUI), (3) Malik Fadjar (4) Soetrisno Muhdam (Muhammadiyah), (5) Abdurahman Wahid, (6) KH. Ma’ruf Amin (NU), (7) KH. Abdurahman Nawi (Ulama Betawi), (8) Nurcholish Madjid, (9) Emha Ainun Nadjib (Cendekiawan Muslim, dan (10) Yusril Ihza Mahendra (Ahli Hukum Tata Negara). Didampingi sepuluh tokoh ini Presiden Soeharto mengumumkan terbentuknya Komite Reformasi yang disebut Soeharto sebagai memenuhi tuntutan reformasi yang telah digelorakan seluruh elemen rakyat Indonesia.

Pengumuman terbentuknya Komite Reformasi oleh Soeharto ini disiarkan langsung oleh seluruh saluran TV yang ada. Namun beberapa jam kemudian sudah muncul penolakan dari berbagai pihak. Padahal sejarah mencatat apa yang termaktub dalam rancangan Komite Reformasi itu sudah mengadopsi sepenuhnya  tuntutan reformasi. Menurut HM Cholil Badawi sesungguhnya Amien Rais paling berpeluang menduduki jabatan sebagai Ketua Komite Reformasi. Tercatat sejarah ada tiga tahapan dan langkah-langkah yang akan digelar oleh Komite Reformasi, yakni Tahap Pertama : Penyusunan Undang-undang Pemilu (yang dipercepat), Penyusunan UU Susunan dan Kedudukan DPR/MPR, Penyusunan UU Kepartaian. Tahap Pertama ini akan memakan waktu selama empat bulan mulai 1 Juni 1998 s/d 30 September 1998; Tahap Kedua : Persiapan Pemilu beserta kampanyenya, setelah rakyat mendirikan partai dengan UU yang sangat adil. Tahap kedua ini memakan waktu selama tiga bulan dari 1 Oktober 1998 s/d 31 Desember 1998, dan dilanjutkan pelaksanaan Pemilu pada 10 Januari 1999. Tahap Ketiga : Penyusunan MPR sesuai hasil Pemilu 10 Januari 1999 s/d 25 Februari 1999, dilanjutkan Sidang Umum untuk menetapkan GBHN (Garis Besar Haluan Negara) serta memilih Presiden dan Wakil Presiden pada 1-11 Maret 1999. Rangkaian kerja Komite Reformasi ini praktis hanya sembilan bulan saja. Diharapkan kerja Komite Reformasi ini akan menghasilkan pemerintahan yang bersih dan benar-benar dirancang tokoh-tokoh Indonesia sendiri.

Sejarah berjalan yang justru diagonal alias berlawanan dengan rencana kerja Komite Reformasi itu. Amien Rais menolak mentah-mentah terbentuknya Komite Reformasi ini diikuti sejumlah tokoh sekuler lainnya. Dalam waktu dua hari kemudian tepatnya 21 Mei 1998, Soeharto pun mengundurkan diri dan jatuh dari kekuasaan yang didudukinya sepanjang lebih 32 tahun itu. Kabarnya, Amien Rais pun telah menitip pesan kepada beberapa tokoh yang ikut berunding dengan Soeharto menjelang pembentukan Komite Reformasi. Pesan itu adalah, tidak ada  kompromi apapun : Soeharto harus mundur sekarang juga, titik.

Kalau kita baca dokumen rencana kerja Komite Reformasi, niscaya seluruh hajad dan aspirasi reformasi yang telah diteriakkan ratusan kali demonstrasi sebelumnya, bahkan dengan menduduki gedung parlemen, seluruhnya telah dipenuhi oleh Komite Reformasi. Memang diperlukan waktu sembilan bulan untuk membuktikan Komite Reformasi memenuhi janjinya. Tapi sembilan bulan itu, sungguh waktu yang relatif sangat singkat dibandingkan sakitnya derita bangsa ini setelah duabelas  tahun terakhir justru “ditelan” oleh rejim reformasi yang ternyata dikendalikan kepentingan asing yang memaksa harus menerapkan demokrasi liberal.

Tidak berlebihan dengan membaca sejarah di sekitar pembentukan Komite Reformasi ini telah membongkar di balik Peristiwa Mei 1998 yang telah merontokkan Soeharto dari kursi kekuasaannya. Agenda sesungguhnya dari rangkaian peristiwa berdarah-darah itu hakikatnya bukanlah perjuangan mengubah Indonesia dengan reformasi, tetapi usaha penjatuhan Soeharto dengan segala daya. Siapa pengganti Soeharto tidak penting dan sistem yang telah disiapkan pun sejatinya justru agenda asing dan bukan reformasi.

Jika kita mengamati perjalanan akhir kekuasaan Soeharto, sesungguhnya ia telah dibidik sejak 1988, saat ia mulai menyingkirkan sejumlah pejabat negara dari golongan minoritas. Ketika itu entah angin apa yang mengubah pikiran Soeharto, pada Februari 1988 ia memberhentikan Panglima ABRI Jendral Benny Moerdani digantikan Try Soetrisno. Kabarnya sejumlah anggota DPR dari Golkar yang semua jabatan strategis diemban golongan minoritas Kristen tiba-tiba dirombak Soeharto. Begitu halnya sejumlah menteri yang menduduki pos strategis di bidang keuangan, mulai menteri keuangan, menteri perdagangan, menteri Bappenas, Gubernur BI, yang semula selalu diduduki orang-orang Kristen kini diberikan kepada orang Islam. Akhir 1980-an Soeharto malah menampakkan kemesraannya dengan golongan Islam, dengan memprakarsai Kodifikasi Hukum Islam yang kemudian dijadikan RUU Peradilan Agama. ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) pun didirikan dan diperintahkan dipimpin oleh Habibie yang selalu berceloteh asas proporsional. Dengan kata lain orang Islam yang jumlahnya besar pantas mendapat porsi yang besar pula. Hal ini makin membuat golongan minoritas tersingkir dan sakit hati.

Apalagi kemudian Soeharto bersikap makin tidak menyembunyikan kedekatannya dengan orang Islam. Soeharto dan seluruh keluarganya naik haji. Bank Muamalat pun direstui dan diresmikan berdiri di halaman Istana Bogor. Ketika Pemilu 1992 digelar, makin menyudutkan golongan minoritas, sehingga mulai merancang “perlawanan” dengan situasi yang tidak menguntungkan itu. Koran Kompas lalu menyindiri: Ijo Royo-royo orang cadel mengatakan Ijo Loyo-loyo. Hal ini membuat umat Islam marah. Tapi sindiran tidak berhenti dengan istilah ABRI  Hijau, dan selalu membahas politik proporsional merugikan golongan minoritas. Istilah minoritas diminta untuk dihapuskan. Hakikatnya periode 1992-1997 dari Pemilu ke Pemilu, merupakan penjajagan akhir bagi kelompok minoritas untuk mengukur kekuatan melawan dan menjatuhkan rejim Soeharto.

Krisis Moneter yang hakikatnya diciptakan itu menjadi momentum penjatuhan Soeharto yang amat sempurna waktunya. Dendam  golongan minoritas, akibat penyingkiran Soeharto dibalas dengan ikut merancang penjatuhan Soeharto dengan kedok atau jubah reformasi. Sungguh sayang, jika catatan sejarah yang amat terang-benderang ini tidak dipahami oleh umat Islam, lebih-lebih kaum politisi dan tokoh-tokohnya. Kini golongan minoritas berenang dengan leluasa seraya sesekali terus memukul tak henti-henti di sekujur tubuh umat Islam. Dengan reformasi segalanya membuat orang minoritas bebas memukul mayoritas dengan dalih kebebasan dan reformasi.

Andaikata saja Komite Reformasi tidak ditolak Amien Rais. Perjalanan bangsa Indonesia bukan mustahil lebih mulus dalam perubahan yang justru mensejahterakan rakyat Indonesia.Sangat mungkin ! (Aru Syeif Assadullah)

Sumber : SuaraMuslim

Mengusut Duit Amerika Serikat 26 Juta Dollar

 
Reformasi Mei 1998 menumbangkan Presiden Soeharto ternyata didalangi dan dibiayai pemerintah Amerika Serikat. Siapa tokoh yang menerima dollar itu selain Advokad terkemuka Adnan Buyung Nasution yang sudah disebut koran The New York Times?

Dosa apa yang telah kita perbuat sehingga Yang Maha Kuasa menjadikan bangsa ini seakan terkutuk? Coba lihat apa yang terjadi setiap hari: tawuran massal di mana-mana, terutama antara polisi atau aparat pemerintah dengan rakyat, atau kelompok rakyat dengan rakyat.

Korban Narkoba meluas, penyakit menular AIDS kian tak terkendali. Penyakit yang terutama ditularkan melalui hubungan seksual bebas itu kini sudah memakan korban sampai ke desa-desa. Dan kita seakan kehilangan akal untuk mengatasinya. Dulu kita pikir penyakit itu cuma berkecamuk di Thailand, negeri tetangga dengan pelacuran yang tersebar luas. Kini dalam soal pelacuran Indonesia lebih hebat dari Thailand. Wajar wabah AIDS pun berkecamuk.

Dan yang paling mengerikan adalah wabah korupsi. Pengamat Indonesia dari Northwestern University (Amerika Serikat), Jeffrey A. Winters menyebutkan bahwa demokrasi berjalan dengan amat maju di Indonesia. Indonesia adalah negeri paling demokratis di Asia Tenggara. Tapi menurut Winters kemajuan demokrasi itu tak disertai dengan tegaknya hukum. Akibatnya korupsi merajalela dan menyebarkan rasa ketidak-adilan yang meluas di kalangan rakyat.

Tiga belas tahun lalu, ketika tokoh Muhammadiyah Amin Rais atau pengacara Adnan Buyung Nasution meneriakkan yargon reformasi di bulan Mei 1998, menuntut turunnya Presiden Soeharto, yang mereka maki-maki adalah wabah korupsi yang meluas. Waktu itu sangat populer yargon KKN (Korupsi Kolusi dan Nespotisme).

Semua para tokoh reformasi berteriak-teriak sampai suaranya parau, bahwa mereka adalah orang yang paling anti-KKN alias korupsi, kolusi, dan nespotisme. Amin Rais, Adnan Buyung Nasution, Todung Mulya Lubis, Goenawan Mohammad, Faisal Basri, Hatta Rajasa, dan yang lain-lain menjadikan Presiden Soeharto sebagai simbol KKN dan mereka para pemimpin reformasi adalah tokoh anti-KKN.

Maka Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden, 21 Mei 1998, tepat 13 tahun lampau. Indonesia pun memasuki era baru yaitu zaman reformasi. Tapi apa yang terjadi? Ternyata korupsi-kolusi-dan nepotisme (KKN) yang jadi yargon reformasi 1998, sedikit pun tak berkurang, malah tambah merebak dan meluas ke daerah-daerah.

Tampaknya reformasi ini memang sudah salah sejak awal. Betapa tidak? Bukti-bukti menunjukkan reformasi 1998 itu bukan inisiatif dan upaya kita sendiri melainkan hasil dari campur tangan asing. Reformasi 1998 itu didalangi dan dibiayai pihak asing dengan 26 juta Dollar Amerika Serikat atau dengan kurs sekarang Rp 200 milyar lebih. Sebuah jumlah yang cukup besar.

Menurut The New York Times, koran terkemuka Amerika Serikat edisi 20 Mei 1998 yang ditulis wartawannya, Tim Weiner, pemerintahan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton bermain dua muka di Indonesia. Di satu pihak Clinton terus menyokong pemerintahan Presiden Soeharto. Tapi di pihak lain mereka diam-diam mendukung kelompok oposisi dengan harapan akan terjadi transisi menuju masyarakat demokratis di Indonesia.

Melalui badan bantuan resmi pemerintah Amerika Serikat, United State’s Agency for International Development (US-AID), pemerintah Amerika Serikat mencurahkan duit kepada kelompok-kelompok oposisi di Indonesia sejak 1995, yang jumlahnya mencapai 26 juta dollar.

Jumlah itu, menurut The New York Times, bagi pemerintah Amerika Serikat adalah kecil. Tapi ia merupakan jumlah yang penting untuk menghidupkan gerakan penegakan hak asasi manusia dan demokrasi di Indonesia. Sebagian dari uang 26 juta dollar itu, misalnya, merupakan sumber utama untuk mendukung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang dipimpin Adnan Buyung Nasution, tokoh utama dalam gerakan menegakkan demokrasi dan hak-hak sipil pada waktu itu.

Atau seperti ditegaskan Sharon Cromer, Deputi Direktur US-AID, Amerika Serikat membantu pembela hak-hak sipil untuk memonitor isu-isu hak asasi manusia (HAM), memobilisasi pendapat umum (opini publik), dan memonitor pelanggaran hukum dan korupsi (KKN). Untuk itu duit 26 juta dollar dibagi-bagikan kepada sekitar 30 LSM Indonesia.

Kalau diperhatikan apa yang dilakukan US-AID guna menjatuhkan Soeharto di tahun 1998, tak jauh beda dengan aksi badan intelijen Amerika Serikat CIA ketika menjatuhkan sebuah pemerintahan yang tak mereka sukai. Salah satu aksi CIA ialah menggusur Perdana Menteri Iran Mohammad Mosaddeq di tahun 1953.

Kesalahan Mosaddeq karena ia menasionalisasikan perusahaan minyak Inggris, Anglo Iranian Oil Company (AIOC), yang menguasai hampir seluruh ladang minyak Iran. Seperti bisa dibaca di dalam buku The Persian Puzzle yang ditulis Kenneth Pollack, mantan analis CIA, sebenarnya tindakan Perdana Menteri Mosaddeq mendapat dukungan sidang Dewan Keamanan PBB.

Maka ketika Inggris marah dan mulai melakukan gerakan pecah-belah di kalangan pejabat Iran, Mosaddeq memutuskan hubungan diplomatik dengan Inggris dan menutup Kedutaan Besar Inggris di negeri itu.

Inggris pun kehilangan tangan dan kakinya di Iran, dan terpaksa minta bantuan Amerika Serikat, super power dunia baru yang muncul setelah berakhirnya Perang Dunia II. Segera Presiden Eisenhower – jenderal yang terkenal karena keberhasilannya memimpin pendaratan Normandy menjelang akhir Perang Dunia II – memerintahkan CIA untuk bergerak ke negeri kaya minyak itu.

Sebuah satuan tugas dibentuk CIA dengan kode Operation Ajax, dipimpin Kermit ‘’Kim’’ Roosevelt, cucu Teddy Roosevelt, Presiden Amerika di awal abad 20. Operasi Kim Roosevelt menumbangkan Mossadeq mirip operasi menjatuhkan Soeharto di Jakarta, 1998, yaitu dengan menggarap oposisi dan para tokoh anti-pemerintahan Mosaddeq. Lalu mereka bergerak menguasai opini publik dengan menginfiltrasi pers – sesuatu yang boleh jadi juga dilakukan terhadap pers di Jakarta pada 1998. Menurut The Persian Puzzle sekitar 4/5 pers yang terbit di Iran pada waktu itu telah berhasil digarap CIA.

Seperti diketahui kemudian, operasi ini sukses menjatuhkan Mosaddeq dan menaikkan Shah Iran. Shah yang semula raja tanpa kuasa diberikan kekuasaan luar biasa setelah dia memecat dan menangkap Perdana Menteri Mosaddeq. Seperti diketahui kemudian, Shah Iran memerintah negerinya seakan Raja Diraja, sampai muncul Revolusi Islam di tahun 1979 yang dipimpin Ayatullah Khomeini untuk menurunkannya.

HAITI PUN DIKUASAI TENTARA

Bukan hanya di Indonesia dan Iran intelijen Amerika Serikat campur tangan. Di dalam bukunya yang cukup terkenal, Failed States (2006), Profesor Noam Choamsky dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) Amerika Serikat, mengungkap bermacam campur tangan negeri adikuasa itu di berbagai belahan dunia.

Di buku itu diungkapkan bagaimana pada 1990, CIA mencampuri Pemilu di negeri kecil dan miskin, Haiti, yang terletak di Karibia. Ketika itu ada calon Presiden yang amat popular, yaitu Jean-Bertrand Aristide. Dia seorang pastor Katolik yang amat populer dan merakyat, kekiri-kirian dan dianggap anti-pasar bebas.

Maka Amerika Serikat mendukung lawannya, Marc Bazin, bekas staf Bank Dunia yang tentu pendukung pasar bebas. Nyatanya Bazin tak ada apa-apanya. Dia kalah telak dari sang pastor. Maka penugasan selanjutnya diberikan kepada US-AID.

 Sebagaimana operasinya di Jakarta pada 1998, di Haiti pun US-AID mengambur-amburkan dollar kepada kelompok oposisi seperti LSM-LSM, para aktivis kampus, dan semacamnya. Dengan dollar dari US-AID itu demonstrasi digerakkan dan pers mengampanyekan sikap anti-demokrasi Presiden terpilih Jean-Bertrand Aristide. Akhirnya demonstrasi besar meletus dan Aristide terpaksa lari ke luar negeri. Haiti pun dikuasai tentara yang sudah digarap para intel Amerika Serikat.

Semua operasi penggulingan para kepala negara ini dilakukan dengan diam-diam. Sampai sekarang, misalnya, isu bantuan US-AID sebesar 26 juta dollar kepada para tokoh LSM di Indonesia lebih banyak dipergunjingkan dengan bisik-bisik. Siapa saja para tokoh LSM atau kelompok oposisi yang menerima dollar itu dan berapa jumlahnya tak pernah jelas.

 Dan satu lagi, bantuan itu tak pernah dilaporkan kepada pemerintah. Padahal sesuai undang-undang, mestinya semua bantuan luar negeri kepada pihak swasta di Indonesia harus dilaporkan kepada Kementerian Dalam Negeri. Bila tak dilaporkan, itu merupakan pelanggaran hukum.

Di dalam berita yang sama di koran The New York Times itu misalnya, Direktur US-AID J. Brian Atwood mengakui bahwa program seperti yang dilakukan di Indonesia dilakukan badan bantuan itu di berbagai negara lain seperti Filipina, Guatemala, Kenya, dan Afrika Selatan.

Jadi sebetulnya bila hendak diusut dengan serius siapa saja para tokoh kita yang mendapat dollar dari Amerika Serikat untuk menjatuhkan Presiden Soeharto, bukan persoalan yang terlalu sulit. Soalnya sudah terbuka melalui pemberitaan koran The New York Times itu.

Kabarnya kasus ini menjadi masalah dan muncul ke permukaan karena gerakan yang dilakukan Freeport Mc-Moran Copper and Gold of New Orleans, perusahaan tambang emas dan perak milik Amerika Serikat di Papua. Perusahaan ini merasa terus-menerus ‘’dihantam’’ LSM dari Indonesia Walhi. Serangan terutama ditujukan terhadap masalah pencemaran lingkungan yang dilakukan perusahaan modal asing terbesar di Indonesia ini dalam pembuangan limbah tambang.

Sebagai perusahaan pembayar pajak di Amerika Serikat, Freeport merasa Walhi yang juga dapat bantuan dari US-AID (dananya berasal dari pajak rakyat Amerika Serikat) tak layak untuk berusaha menutup PT Freeport. Karena itu mereka meributkannya di Amerika Serikat. ‘’Walhi mau menutup perusahaan kami. Itu rencana mereka yang sangat jelas,’’ kata Garland Rubinette, juru bicara perusahaan itu seperti ditulis The New York Times waktu itu. Dari ribut-ribut itulah kisah bantuan US-AID 26 juta dollar itu merebak keluar dan kemudian menjadi berita The New York Times dan media lainnya.

Sekarang, setelah 13 tahun, sudah cukup jauh jaraknya peristiwa itu dengan kita sehingga mestinya sudah tiba saatnya bagi kita untuk mencoba obyektif terhadap peristiwa yang terjadi pada waktu itu. Yaitu peristiwa terbunuhnya 4 mahasiswa Trisakti di kampusnya oleh peluru yang ditembakkan sejumlah polisi pada 12 Mei 1998, dan reaksi yang mengikutinya, yaitu gerakan demostrasi massa menuntut mundurnya Presiden Soeharto, yang kemudian berkembang menjadi gerakan huru-hara dan kerusuhan 13 dan 14 Mei 1998.

Apa yang terjadi pada waktu itu semua harus dibuat jelas dan dia akan menjadi fakta sejarah yang akan menjadi pelajaran bagi anak dan cucu kita. Oleh karena itulah betapa pentingnya membuat jelas dana 26 juta dollar yang diambur-amburkan US-AID untuk 30 LSM di negeri ini guna menjatuhkan Presiden Soeharto.

Kita harus memperjelas dari mana sebenarnya datang ide tentang reformasi 1998? Kalau ternyata ide itu berasal dari para aparat US-AID, apalagi dari agen CIA, tentu itu merupakan catatan kelam bagi sejarah kita. Juga perlu diperjelas: siapa saja tokoh 30 LSM yang menerima dollar dari US-AID? Kenapa duit 26 juta dollar ini tak pernah diungkap secara transparan? Apakah karena telah terjadi korupsi?

Berbagai survei menunjukkan memang korupsi begitu meluas di negeri ini. Setiap hari kita membaca koran atau memirsa televisi selalu muncul perkara korupsi baru. Para menteri, gubernur, bupati, anggota DPRD, DPR, atau para pejabat lainnya, sudah tak sedikit yang menghuni penjara Cipinang atau penjara lain di Indonesia.

Komisi Pemberantasan Korupsi tak henti-hentinya menjebak para koruptor dan penerima suap, tapi suap dan korupsi tak pernah berkurang. Kita seakan sudah panik, tak tahu apa lagi yang dilakukan untuk melawan korupsi.

Belakangan KPK menangkap basah Wafid Muharam, Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, bersama Mindo Rosalina Manulang, Direktur Marketing PT Anak Negeri, dan Mohamad El Idris, Manajer PT Duta Graha Indah (DGI).

Perusahaan yang disebut belakangan adalah pemenang tender pengerjaan Wisma Atlet di Palembang yang dipersiapkan untuk SEA Games akhir tahun ini. Perusahaan ini juga disebut sebagai calon kuat untuk mengerjakan pembangunan gedung baru DPR-RI yang ditantang rakyat itu.

Ketika ketiganya ditangkap basah di kantor Wafid Muharam, kompleks kantor Menteri Pemuda dan Olahraga, ditemukan cek senilai Rp 3,2 milyar beserta duit kontan dalam berbagai mata uang asing dan rupiah. Yang memalukan ada duit yang ditemukan di keranjang sampah. Rupanya uang itu sempat dibuang ketika tahu petugas KPK datang untuk menggeranyangi kantor Muharam.

Tapi yang paling parah bukan itu. Pertama, kasus ini bisa merebak sampai ke Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng. Adalah kurang masuk akal, Wafid Muharram selaku Sekretaris Menteri punya wewenang menentukan sehingga dia harus disogok duit milyaran rupiah. Selain itu, keterlibatan  Mindo, wanita muda asal Batak itu, adalah sebagai penghubung antara perusahaan tadi dengan aparat pemerintah.

Nama Mindo kemudian terhubung kepada Nazaruddin yang tak lain adalah Bendahara DPP Partai Demokrat, partai penguasa yang dipimpin Presiden SBY. Selain itu terhubung pula dengan anggota DPR Angelina Sondakh yang juga salah satu Bendahara Partai Demokrat. Dengan terkaitnya nama Menteri Andi Mallarangeng yang juga tokoh partai itu, boleh dikata inilah pertama kali sebuah kasus korupsi melibatkan langsung begitu banyak tokoh partai yang sedang berkuasa.

Dengan peristiwa ini – dan banyak peristiwa korupsi lainnya – tekad Presiden SBY untuk memberantas korupsi hanya tinggal slogan kosong. Apalagi sebelumnya Presidenn SBY sendiri dituduh dua koran Australia, The Age dan The Sydney Morning Herald terlibat korupsi, antara lain karena hubungannya dengan pengusaha Tomy Winata.

Sumber berita kedua koran itu tak main-main: laporan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta yang bocor kepada situs pembobol Wikileaks. Jadi mungkin benar bahwa negara ini sekarang memang sedang menerima azab yang besar.

10 Jenis Siksaan Yang Menimpa Wanita Penghuni Neraka


Inilah sepuluh jenis siksaan yang menimpa wanita yang diperlihatkan kepada Nabi Muhammad SAW ketika melalui peristiwa Isra dan Mikraj, inilah peristiwa yang membuat Rasulullah menangis setiap kali mengenangkannya.
Dalam perjalanan itu, antaranya Rasulullah SAW diperlihatkan (1) perempuan yang digantung dengan rambutnya, sementara itu otak di kepalanya mendidih. Mereka adalah perempuan yang tidak mau melindungi rambutnya agar tidak dilihat lelaki lain.
Siksaan lain yang diperlihatkan Rasulullah SAW ialah (2) perempuan yang digantung dengan lidahnya dan (3) tangannya dikeluarkan dari punggungnya dan (4) minyak panas dituangkan ke dalam kerongkongnya. Mereka adalah perempuan yang suka menyakiti hati suami dengan kata-katanya.
Rasulullah SAW juga melihat bagaimana (5) perempuan digantung buah dadanya dari arah punggung dan air pohon zakum dituang ke dalam kerongkongnya. Mereka adalah perempuan yang menyusui anak orang lain tanpa keizinan suaminya.
Ada pula (6) perempuan diikat dua kakinya serta dua tangannya sampai ke ubun dan dibelit beberapa ular dan kala jengking. Mereka adalah perempuan yang mampu sholat dan berpuasa tetapi tidak mau mengerjakannya, tidak berwudhu dan tidak mau mandi junub. Mereka sering keluar rumah tanpa mendapat izin suaminya terlebih dulu dan tidak mandi yaitu tidak bersuci selepas habis haid dan nifas.
Selain itu, Rasulullah SAW melihat (7) perempuan yang makan daging tubuhnya sendiri sementara di bawahnya ada api yang menyala. Mereka adalah perempuan yang berhias untuk dilihat lelaki lain dan suka menceritakan aib orang lain.
Rasulullah SAW juga melihat (8) perempuan yang memotong badannya sendiri dengan gunting neraka. Mereka adalah perempuan yang suka mencari perhatian orang lain agar melihat perhiasan dirinya.
Siksaan lain yang dilihat Rasulullah SAW ialah (9) perempuan yang kepalanya seperti kepala babi dan badannya pula seperti keledai. Mereka adalah perempuan yang suka mengadu domba dan sangat suka berdusta.
Ada pula perempuan yang Rasulullah SAW lihat (10) bentuk rupanya seperti anjing dan beberapa ekor ular serta kala jengking masuk ke dalam mulutnya dan keluar melalui duburnya. Mereka adalah perempuan yang suka marah kepada suaminya dan memfitnah orang lain.
Tulisan ini tidak bermaksud menyudutkan wanita atau menempatkan wanita sebagai sumber dosa. Inilah keadaan seadanya yang sesuai riwayat yang ada.

Sabarnya Nabiullah AS


Sabarnya Ayub AS, sabarnya Sulaiman AS, sabarnya Yusuf AS, dan sabarnya Musa AS
Ini bukan untuk membandingkan tingkat kesabaran diantara tiap nabi tersebut, tapi sebuah ilustrasi yang memudahkan kita untuk memahami jenis-jenis kesabaran.
Sabar ujian kesusahan Nabi Ayub as
Sungguh Ayub as seorang yang sangat sabar melawan godaan kesusahan yang berniat mematahkan keteguhan imannya? Allah telah mengujinya dengan berbagai penderitaan sakit fisik luar dan dalam yang sangat dahsyat dan menjijikkan, dan itu terjadi hampir sepanjang usianya.
Sabar ujian kesenangan Nabi Sulaiman as
Sanggupkah kita sesabar Sulaiman as ketika ia melawan godaan kesenangan dunia yang ingin menutup hatinya? Bukankah kesenangan lebih mudah membuat kita melupakan Sang Pencipta Kesenangan ? Sungguh Sulaiman as tetap tegar dalam keimanan, walau Allah mengujinya dengan kerajaan yang besar, pasukan yang besar, kekayaan yang melimpah, istri yang cantik dan sebagainya.
Sabar ujian kemaksiatan Nabi Yusuf as
Hamba sahaya mana yang sanggup menolak godaan wanita yang punya kekuasaan dan cantik rupawan, kalau bukan seorang Yusuf as. Dialah yang sanggup mengatakan tidak pada Zulaika ketika Allah mengujinya kesabarannya untuk berbuat maksiat bahkan ketika Allah telah menyediakan sarana yang memudahkannya untuk berbuat maksiat.
Sabar ujian ketaatan seorang Nabi Musa as
Inilah kesabaran seorang Musa as, yang mengeluarkan energi keberaniannya namun tetap tegar ketika berkali-kali ia mengajak Firaun untuk bertobat. Ujian ketaatan bukan sesuatu yang datang seibarat ujian kesusahan atau kesenangan, tidak pula merupakan pilihan seibarat pilihan berbuat maksiat atau menolak maksiat. Ujian ketaatan adalah ujian yang diciptakan sendiri oleh seorang manusia di jalan Allah akibat keinginannya yang kuat untuk menjalankan perintah dan larangan Allah, atau karena ingin amar makruf nahi munkar atau karena ingin sekedar beribadah secara lebih baik. Sungguh membutuhkan kesabaran yang besar ketika kita sedang berjuang ingin konsisten menjalankan sholat secara khusyuk atau ketika kita ingin memperjuangkan hak-hak umat Islam misalnya.
Wallahu ‘alam bish shawab
Catatan tambahan, ciri kesabaran :
  1. tidak terburu-buru mengambil keputusan
  2. tegar dengan tujuan yang ditetapkan
  3. tuntas sesuai kemampuan
  4. tidak gampang pasrah
  5. hati tetap senang ketika diuji
***
Hak cipta adalah milik Allah semata. Hak kita sebagai manusia adalah berlomba-lomba menyebarluaskan kata-kata kebaikan kepada seluruh umat manusia.
Dari Sahabat

Sumber : evakurniawan

Intelijen Lebanon Tangkap Mata-mata Israel


Beirut (SI ONLINE) - Pihak intelijen militer Lebanon menangkap seorang sheikh Syiah di kota pelabuhan Tyre di selatan, Senin (23/5/2011) karena dicurigai sebagai mata-mata Israel.

Sheikh, yang dikenal pengecam kelompok Hizbullah Lebanon dan para pendukung regionalnya, Suriah dan Iran itu mengelola satu organisasi bernama Perlawanan Islam-Arab yang ia klaim memiliki 1.500 petempur.

Penangkapan itu adalah penahanan pertama orang penting dalam bulan-bulan belakangan ini. Lebanon melancarkan penahanan-penahanan April 2009 sebagai bagian dari penyelidikan spionase di mana puluhan orang telah ditahan karena dicurigai sebagai mata-mata Israel.

Seorang perwira tinggi angkatan darat, dari kelompok Kristen dan para karyawan perusahaan telekomunikasi termasuk di antara mereka yang ditahan tahun lalu.

Presiden Michel Suleiman menyerukan hukuman berat bagi mata-mata itu dan mengatakan, jika ia menerima vonis hukuman mati ia akan menandatanganinya. Tujuh orang divonis hukuman mati dalam beberapa bulan belakangan ini.

Sementara itu, Israel tidak memberikan komentar mengenai penahanan-penahanan itu. Para pejabat keamanan mengatakan penahanan itu telah melemahkan jaringan mata-mata Israel di Lebanon.